Mengejar Sahabatku
Karya Razmi Wulandiastuti
Inilah saatnya aku menempuh
hidup yang baru, aku baru saja melewati masa MOS di SMP N 1 Muara Bungo.
Tibalah saatnya aku masuk sekolah dengan seragam sementara yaitu seragam merah
putih. Kami berbaris dibawah terik matahari untuk upacara bendera sekaligus
pembagian-pembagian kelas. Aku masuk di kelas 76. aku mempunyai banyak teman.
Semenjak aku menduduki bangku SMP aku merasa ada yang berubah dariku. Sesuatu
yang belum pernah aku miliki saat SD. Tapi aku tak tahu apa itu.
Hari demi hari kujalani hingga
tak disadari ujian semester telah kulewati, aku mendapatkan peringkat ke4.
Selesai libur sekolah, aku kembali lagi ke sekolahku. Semenjak semester kedua
ini, ada banyak perubahan yang terjadi kepadaku. Aku semakin dekat dengan Nana,
Lina, Sari, Rilla dan Wella. Aku selalu berfikir tentang sahabat. Aku ingin
punya sahabat. Dulu, sewaktu SD aku tidak mempunyai sahabat. Tetapi, siapa yang
bisa menjadi sahabatku ?
Hari-hari selalu kujalani
bersama mereka, mereka yang selalu ada disaat suka maupun duka. Kami ke kantin
bersama, tertawa bersama, hingga guru-guru pun mengira kami membuat genk
tersendiri. Memang kelihatan kami begitu akrab sekali. Itulah kami, kami adalah
anak yang bersahabat. Kami akrab dengan siapapun. Tetapi, didalam pertemanan
pasti mendapatkan banyak masalah. Semenjak itu, kami banyak yang terpisah.
Terkadang, kami tidak lagi ke kantin bersama, cerita bersama. Karena ada suatu
masalah.
Sepulang dari sekolah,
orangtuaku berkata padaku bahwa aku harus melanjutkan kursus ku di Bright A.
aku les disana ketika aku kelas 5 SD, sampai sekarangpun aku masih les disana.
Besoknya aku, berangkat kesekolah dan pulang jam 11.00. seperti biasa, aku
harus les jam 04.30 sampai 06.00 sore. Tiba-tiba, ketika aku ingin masuk, ada
seorang perempuan yang wajahnya aku kenal. Itulah dia Ervidian NurfaDillah atau
sering dipanggil Dilla. Dia mendaftar les di Bright A juga, sehingga kami
mendapat 1 kelas. Semenjak itu, kami semakin dekat.
Dari sisi lain, aku juga dekat
dengan Wella, Wella adalah teman sekelasku. Dia kadang-kadang yang menemaniku
kesana-kesini. Ketika kami sedang berbelanja, penjaga toko itu berkata “ dek,
kembar ya “ padahal, aku dan Wella bukan kembar. Wajah kami tidak mirip, tapi
tak tahu dari mana orang memandangnya memiliki persamaan.
Waktu demi waktu kami jalani, Tapi hanya satu teman sekelasku yang kurasa telah
benar-benar akrab, yaitu Wella.. Anak nya cukup asyik, meski terkadang ada
saat-saat dimana aku merasa muak padannya. Ada beberapa sifatnya
yang tak ku suka. Tapi aku senang melihatnya. Di sisi lain, aku dan Dilla
semakin dekat. Kami sering bersama saat les, aku juga sering menjemputnya saat
mau pergi les. Ketika aku bersamanya, aku sangat senang.
Kini hari-hari ku semakin berwarna setelah
kehadiran Wella dan Dilla. Aku telah menggap Wella sebagai sahabatku. Sahabat
yang benar benar mengerti aku. Seperti biasanya, aku harus ke sekolah. Semua
orang di kelas sangat aneh. Aku datang menghampiri Lina dan aku bertanya “
Lina, dimana Nana ?” dia menjawab “ dia dibelakang, dia tidak mau diganggu”.
Lalu, aku dan Lina duduk berdua . Kami bercerita tentang kehidupan kami, Lina
pun menceritakan bahwa Wella tak menganggap sebagai sahabat. Sebenarnya, lina
sudah tau itu sejak lama. Tetapi dia tidak mau mengatakan hal itu kepadaku.
Akupun menangis, aku kecewa. Dalam hatiku aku sangat kecewa, teman yang selama
ini aku sayangi, ternyata mengkhianatiku.
Semenjak kejadian itu, aku menjauh dari Wella. Aku
yakin, aku bisa tanpannya. “Aku takkan mau lagi menggangapnya sebagai sahabat”,
teriakkku. Aku menangis dikamarku. Aku tak mau kelaur kamar. Aku benci hidup
ini, orang-orang selalu menghianatiku, aku sempat berfikir untuk membenci
Wella, tapi aku tidak mau. Karena aku yakin, suatu saat nanti dia ataupun aku
saling membutuhkan. Untungnya, ada Dilla, teman sewaktu aku taman kanak-kanak.
Dia selalu ada disampingku. Dia selalu mendengar cerita-ceritaku dan ocehanku.
Aku senang berteman denganya. Aku merasakan hal-hal yang tidak pernah aku
rasakan sebelumnya. Dia anak yang ceria, baik dan pintar.
Sewaktu hari Senin, sesudah upacara aku hanya bisa
diam. Aku tidak berkomunikasi dengan teman-teman. Aku masih merasakan kecewa
yang sangat dalam. Aku percaya tapi aku dikhianati, aku benci. Aku menangis,
aku tak bisa menahan air mataku saat aku disekolah. Lalu, tiba-tiba Lina
menghampiriku. dia mengetahui masalahku. Hanya dia yang tau masalahku. Dia
memberiku motivasi, dia membuatku kembali tersenyum. Aku senang sekali, Lina
bisa mengerti dengan keadaanku. Mungkin, Wella merasa sedikit aneh karena aku
menjauhinya.
Malam itu aku berfikir, aku sangat membutuhkan
seorang sahabat, sahabat yang bisa menerima dan mengisi semua kekuranganku.
Yang selalu bisa mendengar ceritaku dan selalu berbagi denganku. “Aku ingin
punya sahabat”, seruku. Sesambil itu, aku asik smsan dengan teman-teman
termasuk Dilla. aku berfikir, bisakah Dilla menjadi sahabatku, apakah dia bisa
menerima semua yang aku punya ?. aku selalu berfikir begitu. Aku menagis dan
terus menangis, hingga akhirnya aku tertidur.
Paginya, aku datang kesekolah dengan gembira, aku
ingin bercerita dengan teman-teman. Aku bercerita bersama teman-teman dan
tertawa bersama. Aku merasa bahwa hidup itu indah jika kita lalui dengan
senyuman. Akupun pulang, seperti bisaanya aktifitas rutin pulang sekolah. Aku
mandi, sholat dan menonton tv . malamnya kadang-kadang membaca buku
kadang-kadang hanya membuka laptop.
Malam ini, aku bercanda dan bercerita bersama
Dilla. Akupun bertanya kepadanya “ apakah kamu menganggap aku sama seperti aku
menganggapmu ? “ diapun menjawab “ iya”. Aku senang. Kamipun resmi bersahabat.
Malam ini, adalah malam yang sangat indah, ditemani sahabatku. Aku senang
karena impianku telah terkabulkan. Aku mempunyai seorang sahabat.
Esoknya, aku kembali lagi kesekolah, aku menceritakan
hal-hal yang terjadi tadi malam. Aku sangat bahagia, mimpiku telah tercapai.
Aku bisa mendapatkan yang lebih dari mantan sahabat lamaku yang khianat itu.
Tak terasa aku telah lama bersahabat dengan Dilla, aku baru menyadari, ada
sesuatu yang memisahkan kami, yang membuat kami tak selalu bersama yaitu kelas.
Aku dan dilla berbeda kelas, itulah bebanku selama ini.
Telah lama kami bersahabat, tiba-tiba aku mendengar
bahwa mantan sahabat lamaku telah menpunyai sahabat. Tetapi, sahabat pena, Aku
hanya bisa tersenyum. Aku tidak merasakan hal-hal yang aneh. Seperti iri
melihat mantan sahabatku itu telah mendapatkan penggantiku. Tapi aku telah bisa
melupakan mantan sahabatku itu. Jadi aku tidak merasa iri. Tapi aku berfikir,
apakah ada mantan sahabat ? yasudahlah, anggap saja aku tidak pernah
menganggapnya sebagai sahabat.
Hari-hari telah lama berlalu, hingga saatnya aku
naik kelas 8. Aku masih bersahabat dengan Dilla. aku sering bermain kerumahnya.
Kami bercanda dikamar. Pokoknya dia sahabat yang selama ini aku cari . aku juga
senang kenal dengan keluarganya, keluarganya ramah dan baik. Terutama mamanya
Dilla. Dia sudah aku anggap sebagai ibuku sendiri.
Entah kenapa, sewaktu olahraga aku menangis.
Mungkin, aku iri melihat sahabatku bersama orang lain. Sedangkan aku jarang
bersamanya. Aku berfikir, inilah resiko beda kelas, aku tidak boleh egois. Aku
juga begitu. Aku berteman dengan Lina, Nana, Sari dll. Disaat inilah aku merasa
aku sudah dewasa, aku mulai mengerti apa arti sahabat sejati.
Malamnya, Wella sms aku, dia bercerita kepadaku.
Aku tau, dia menceritakan aku. Tetapi, aku menggangapnya biasa. Entah kenapa,
semua rasa sayangku kepadanya hilang. Aku tau, dia bercerita tentangku. Dan
akupun merasa bahwa itu untukku. Aku tidak terlalu menanggapinya, aku tak mau
hal yang dulu terjadi lagi. Sekarang aku hanya menganggap dia sebagai temanku.
Belpun berbunyi, saatnya istirahat. Aku dan
teman-temanku seperti biasa pergi ke kantin. Untuk memnbeli makanan. Tapi, Lina
tidak mau pergi ke kantin. Dia hanya duduk di kursi, sepertinya Dia ada
masalah. Ya, memang betul dugaanku, Lina sedang mendapatkan masalah. Tetapi,
dia tidak mau menceritakan masalah itu kepadaku. Tidak lama kemudian, kami
bercanda-canda lagi. Seperti biasanya dan Lina sudah kembali tersenyum dengan
kehadiran aku dan teman-teman.
Sekarang, hidupku telah lengkap. Sahabat yang
selama ini aku cari telah datang, Dan teman-teman yang baik-baik, mereka adalah
seluruh murid kelas 86. Aku sangat menyayangi mereka. Dan sekarang, pertemanan
aku dan teman-temanku sudah membaik. Semoga aku dan sahabatku bersahabat untuk
selamanya. Aku tidak mau hal yang dulu terjadi lagi. Dilla pernah berkata
kepadaku bahwa “ tidak ada didunia ini mantan sahabat” itulah yang
memotivasiku. Ingat janji kita “ KITA
TIDAK PERNAH AKAN TERPISAHKAN OLEH SIAPAPUN, BIARKANLAH WAKTU YANG MEMISAHKAN
KITA”.